Selasa, 03 Juni 2014

Pornografi













Kata Pornografi berasal dari dua kata Yunani, Porneia (porneia) yang berarti seksualitas yang tak bermoral atau tak beretika (seksual immorality) atau yang populer disebut Zinah.
Pornografi diartikan sebagai:
1.  tulisan, gambar/rekaman tentang seksualitax yang tak bermoral,
2. bahan/materi yang menonjolkan seksualitas secara eksplisit terang-terangan dengan maksud utama membangkitkan gairah seksual,
3.  tulisan atau gambar yang dimaksudkan untuk membangkit nafsu birahi orang yang melihat atau membaca.

Kriteria berdasarkan definisi tersebut, maka kriteria porno dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.  sengaja membangkitkan nafsu birahi orang,
2.  tidak mengandung nilai (estetika, ilmiah, pendidikan),
3.  tidak pantas menurut tata krama dan non etis masyarakat setempat, dan
4.  bersifat mengekpoitasi untuk kepentingan ekonomi, kesenangan pribadi, dan kelompok. 

Dari pengertian dan kreteria dia atas, dapatlah kita sebutkan jenis-jenis pornografi yang menonjol khir-akhir ini yaitu sbb:
1.  tulisan berupa majalah, buku, koran dan bentuk tulisan lain-lainnya
2.  produk elektronik misalnya kaset video, VCD, laser disc,
3.  gambar-gambar bergerak (misalnya "hard-r")
4.  program TV dan TV cable
5.  cyber-porno melalui internet
6.  audio-porno misalnya beporno melalui telepon yang juga sedang marak diiklankan dikoran-koran maupun tabloid akhir-akhir ini. Ternyata bahwa semua jenis ini sangat kental terkait dengan bisnis. Maka dapat dikatakan bahwa pornografi akhir-akhir ini lebih cocok disebut sebagai porno-bisnis atau dagang porno dan bukan sebagai pornografi.

sumber : http://cyberlawbsi.blogspot.com/

Undang-Undang Pornografi

Undang-Undang Pornografi (sebelumnya saat masih berbentuk rancangan bernama Rancangan Undang-Undang Antipornografi dan Pornoaksi, disingkat RUU APP, dan kemudian menjadi Rancangan Undang-Undang Pornografi) adalah suatu produk hukum berbentuk undang-undang yang mengatur mengenai pornografi (dan pornoaksi pada awalnya) UU ini disahkan menjadi undang-undang dalam sidang Paripurna DPR pada 30 oktober 2008.
Selama pembahasannya dan setelah diundangkan, UU ini maraknya mendapatkan penolakam dari masyarakat. Masyarakat Bali berniat akan membawa UU ini ke Mahkamah Konstitusi. Gubenur Bali Made Magku pastika bersama ketua DPRD Bali Ida Bagus Wesnawa dengan tegasya menyatakan menolak Undang-Undang Pornografi ini. Ketua DPRD papua barat Jimmya Demianus Ijie mendesak pemeintah Untuk membatalkan Undang-undang Pornografi yang telah disahkan dalam rapat Paripurna DPR dan mengancam Papua barat akan memisahkan diri dari Indonesia. Gubenur NTT, Drs. Frans Lebu Raya menolak pengesahan dan pemberlakuan UU pornografi.

Pembahasan akan RUU APP ini sudah dimulai sejak tahun 1997 di DPR. Dalam perjalanannya draf RUU APP pertama kali diajukan pada 14 Febuari 2006 dn berisi !! bab dan 93 pasal.

Pornografi dalam rancangan pertama didefinisikan sebagai "subtansi dalam media atau alat komunikasi yang dibuat untuk menyampaikan gagasan-gagasan yang mengekploitasi seksual, kecabulan, dan/atau erotika" sementara pornoaksi adalah "perbuatan mengeksploitasi seksual, kecabulan dan/ atau erotika dimuka umum.

Pada draf kedua, beberapa pasal yang kontravesial dihapus sehingga tersisa 82 pasal dan 8 bab. Di antara pasal yang dihapus pada rancangan kedua adalah pembentukan badan antipornografi dan pornoaksi nasional. Selain  itu, rancangan kedua juga mengubah definisi pornografi dan pornoaksi. Karena definisi ini dipermasalahkan, maka disetujui untuk meggunakan definisi pornografi yang bersal dari bahasa Yunani, yaitu Porne (prlacur) dan graphos (gambar atau tulisan) yang secara harafiah berarti "tulisan atau gambar tentang pelacur". Definisi Pornoaksi pada draf ini adalah "upaya mengambil keuntungan, baik dengan memperdagangkan atau mempertontonkan pornografi".

sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/























0 komentar:

Posting Komentar